Taksi Terbang Siap Beroperasi di Jakarta? Ini Kata Menhub

Indonesia tengah memasuki era baru dalam transportasi modern dengan rencana pengoperasian taksi terbang di Jakarta. Kabar ini sontak mengundang perhatian publik, baik dari kalangan praktisi transportasi, pengusaha teknologi, maupun masyarakat umum. Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi pun telah angkat bicara terkait perkembangan tersebut. Ia menyebut bahwa pemerintah tidak hanya menyambut baik teknologi ini, tetapi juga tengah mempersiapkan aspek regulasi dan keselamatan yang menjadi prioritas utama.
Transportasi udara perkotaan atau Urban Air Mobility (UAM), termasuk taksi terbang, telah menjadi sorotan global dalam dekade terakhir. Kota-kota besar seperti Dubai, Paris, dan Seoul sudah merancang sistem transportasi vertikal sebagai solusi kemacetan. Lalu, bagaimana kesiapan Jakarta sebagai salah satu kota dengan lalu lintas tersibuk di Asia Tenggara? Dan sejauh mana dukungan pemerintah dalam menyambut era transportasi udara urban?
Artikel ini akan mengulas secara mendalam berbagai aspek yang berkaitan dengan rencana pengoperasian taksi terbang di Jakarta. Dari perkembangan teknologi, kesiapan infrastruktur, tanggapan Kementerian Perhubungan, hingga tantangan hukum dan sosial yang mungkin dihadapi.

1. Asal Mula Wacana Taksi Terbang di Indonesia
Wacana tentang taksi terbang sebenarnya sudah terdengar sejak tahun 2020-an, terutama ketika perusahaan-perusahaan seperti EHang, Volocopter, dan Joby Aviation mulai memperkenalkan prototipe kendaraan udara vertikal. Di Indonesia sendiri, nama EHang menjadi salah satu pionir setelah melakukan uji coba di beberapa kota termasuk Bali dan Tangerang.
Kementerian Perhubungan saat itu sudah menunjukkan ketertarikan terhadap potensi UAM. Dalam berbagai kesempatan, Menhub Budi Karya menyebut bahwa Indonesia perlu beradaptasi dengan inovasi global dan tidak boleh tertinggal dalam perkembangan teknologi transportasi. Pemerintah membuka pintu kerja sama dengan perusahaan-perusahaan penyedia teknologi taksi terbang, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
2. Menhub Budi Karya: “Kami Siap Uji Coba, Tapi Keselamatan Nomor Satu”
Dalam konferensi pers terbaru, Menhub Budi Karya menyampaikan bahwa pihaknya telah berkoordinasi dengan sejumlah perusahaan teknologi dan pemerintah daerah untuk melakukan kajian teknis. Ia menegaskan bahwa keselamatan penumpang menjadi faktor utama sebelum taksi terbang benar-benar diizinkan beroperasi secara komersial.
“Kami menyambut baik inisiatif ini. Tapi perlu diingat, transportasi udara memiliki standar keselamatan yang sangat ketat. Tidak bisa sembarang kendaraan diterbangkan begitu saja di atas kota padat seperti Jakarta,” ujar Budi Karya.
Ia menambahkan bahwa Kemenhub sedang menyusun regulasi baru untuk kendaraan lepas landas dan mendarat vertikal atau Vertical Take-Off and Landing (VTOL). Regulasi ini akan mencakup aspek perizinan, standar teknis, sertifikasi pilot, serta pengaturan rute udara agar tidak mengganggu penerbangan konvensional.
3. Teknologi di Balik Taksi Terbang: VTOL dan Elektrifikasi
Taksi terbang yang dirancang untuk penggunaan urban umumnya menggunakan teknologi electric VTOL (eVTOL). Teknologi ini memungkinkan kendaraan untuk lepas landas dan mendarat secara vertikal seperti helikopter, tetapi dengan motor listrik yang lebih senyap dan ramah lingkungan.
Beberapa keunggulan utama eVTOL antara lain:
- Bebas Emisi Karbon: Menggunakan tenaga listrik murni.
- Minim Kebisingan: Jauh lebih senyap dibanding helikopter.
- Kapasitas Ringan: Ideal untuk 2-4 penumpang.
- Navigasi Canggih: Dilengkapi sistem AI dan radar anti-tabrakan.
Kendaraan eVTOL tidak memerlukan landasan panjang seperti pesawat biasa, sehingga cocok digunakan di wilayah urban yang padat. Namun, infrastruktur seperti vertiport (tempat pendaratan vertikal) tetap harus tersedia dan ditempatkan strategis.
4. Kesiapan Infrastruktur Jakarta: Masih dalam Tahap Perencanaan
Salah satu pertanyaan terbesar adalah: apakah Jakarta sudah siap? Dari segi infrastruktur, kota ini belum memiliki jaringan vertiport yang layak. Gubernur Jakarta dan instansi terkait menyebut bahwa pihaknya membuka peluang kerja sama dengan investor swasta untuk membangun fasilitas vertiport di pusat bisnis, area bandara, dan tempat strategis lainnya.
Adapun Bandara Internasional Soekarno-Hatta disebut sebagai lokasi yang potensial untuk pengoperasian awal taksi terbang. Beberapa titik lain yang dipertimbangkan adalah:
- SCBD Sudirman
- TMII (Taman Mini Indonesia Indah)
- Kawasan PIK
- Gedung-gedung tinggi milik swasta
Namun, pembangunan vertiport membutuhkan kajian arsitektur dan ketahanan struktural yang tidak sederhana. Isu perizinan tata ruang dan koordinasi antarinstansi juga menjadi tantangan tersendiri.
5. Dukungan Swasta dan Inovator Lokal
Selain dukungan dari pemerintah, beberapa perusahaan swasta menyatakan minat untuk terlibat dalam proyek taksi terbang ini. Salah satu di antaranya adalah PT Prestigious Aviation Indonesia (PAI) yang menjalin kerja sama dengan perusahaan asal China, EHang.
PAI telah melakukan uji coba penerbangan kendaraan EHang 216 di kawasan Tangerang dan menyatakan bahwa uji coba tersebut berhasil dengan tingkat kestabilan tinggi. Bahkan, perusahaan ini menyebut bahwa kendaraan taksi terbang bisa mulai diuji di langit Jakarta pada akhir tahun 2025 jika semua perizinan tuntas.
Sementara itu, sejumlah startup lokal di bidang teknologi juga mulai tertarik untuk mengembangkan sistem pendukung, seperti aplikasi pemesanan berbasis mobile, integrasi dengan transportasi darat, hingga sistem navigasi lokal berbasis drone mapping.
6. Tantangan Regulasi dan Keamanan
Taksi terbang bukanlah proyek yang bisa diluncurkan begitu saja tanpa pertimbangan matang. Ada banyak tantangan, khususnya dalam hal:
- Perizinan Penerbangan: Taksi terbang tidak masuk kategori pesawat biasa maupun drone. Ini menuntut pengaturan hukum yang baru.
- Keamanan Udara Perkotaan: Risiko tabrakan, jatuh akibat gangguan teknis, dan pelanggaran zona larangan terbang harus diminimalkan.
- Proteksi Data: Taksi terbang dilengkapi AI dan sensor yang merekam lingkungan. Ini bisa menimbulkan persoalan privasi.
- Keterjangkauan Harga: Layanan ini harus bersifat inklusif dan tidak hanya menyasar kalangan elit.
Untuk itu, Kementerian Perhubungan berencana menggandeng Kementerian Kominfo, Kementerian Pertahanan, dan Badan Siber Nasional dalam menyusun skema pengawasan dan mitigasi risiko teknologi ini.
7. Respon Masyarakat dan Pengamat Transportasi
Respon masyarakat terhadap rencana taksi terbang cukup beragam. Banyak yang antusias, terutama kalangan milenial dan pelaku industri kreatif. Namun, sebagian masyarakat juga menyatakan kekhawatiran, terutama soal keselamatan dan potensi ketimpangan akses.
Pengamat transportasi dari UI, Prof. Darmaningtyas, mengatakan bahwa taksi terbang bisa menjadi solusi jangka panjang kemacetan, tetapi perlu disertai edukasi publik.
“Penting agar masyarakat diberikan informasi menyeluruh. Jangan sampai ini hanya jadi proyek mercusuar yang elitis,” katanya.
8. Potensi Ekonomi dan Pariwisata
Jika dikembangkan dengan tepat, taksi terbang bisa menjadi daya tarik wisata baru. Bayangkan wisatawan dari Singapura mendarat di Bandara Soekarno-Hatta dan naik taksi terbang langsung ke hotel mereka di PIK dalam waktu kurang dari 10 menit.
Sektor-sektor yang bisa terdampak positif dari pengembangan taksi terbang antara lain:
- Pariwisata Premium
- Perhotelan dan Perkantoran
- Logistik Cepat (Drone Delivery)
- Investasi Infrastruktur dan Startup
Kementerian Pariwisata pun disebut tertarik untuk menjadikan taksi terbang sebagai bagian dari paket wisata eksklusif di masa depan.
9. Skema Integrasi dengan Transportasi Konvensional
Agar taksi terbang tidak menjadi moda yang terpisah dan eksklusif, pemerintah merancang integrasi sistem transportasi berbasis digital. Ini melibatkan:
- Integrasi jadwal dengan MRT, LRT, dan TransJakarta
- Penggunaan satu aplikasi untuk multi-moda
- Penyediaan layanan feeder dari vertiport ke area permukiman
Dengan demikian, taksi terbang dapat menjadi pelengkap, bukan pesaing, dari moda transportasi yang sudah ada.
10. Kapan Mulai Beroperasi? Ini Perkiraan Pemerintah
Menurut Kemenhub, uji coba terbatas bisa dilakukan pada akhir 2025 di wilayah terbatas, seperti antara Bandara Soekarno-Hatta dan SCBD. Jika hasil uji coba memuaskan, maka layanan komersial terbatas bisa dimulai pada 2026, dengan skema pilot project selama dua tahun.
Berikut timeline sementara dari pemerintah:
- 2024-2025: Kajian teknis, penyusunan regulasi, dan pembangunan vertiport.
- Akhir 2025: Uji coba operasional pertama (tanpa penumpang umum).
- 2026-2027: Operasional terbatas untuk tamu VIP dan sektor pariwisata.
- 2028 ke atas: Operasional penuh dan terbuka untuk publik.
Kesimpulan: Menuju Langit yang Lebih Efisien
Taksi terbang bukan lagi impian masa depan, melainkan kenyataan yang kian mendekat. Dengan komitmen dari pemerintah, kesiapan teknologi, dan dukungan publik yang positif, Jakarta bisa menjadi pelopor transportasi udara urban di kawasan Asia Tenggara.
Namun, keberhasilan proyek ini sangat bergantung pada bagaimana pemerintah menyusun regulasi yang berpihak pada keselamatan dan keadilan akses. Perlu sinergi lintas sektor agar taksi terbang tidak hanya menjadi simbol kemajuan, tetapi juga solusi nyata atas masalah transportasi di kota metropolitan seperti Jakarta.